Selasa, 28 Maret 2017

SI CANTIK KHAS BENGKULU (BUNGA BANGKAI)

Si Cantik  Khas Bengkulu (BUNGA BANGKAI)


Ada hal yang perlu diluruskan, ketika ditanya tentang Bunga Bangkai maka hampir semuanya menjawab bahwa Bunga Bangkai adalah Bunga Raflesia. Jelas suatu pemahaman yang keliru. Demikian juga berita di  TV yang  kebetulan sedang menampilkan “Bunga Bangkai” yang tumbuh di pekarangan rumah warga dan menjadi tontonan warga. Sayang seribu sayang, penyiar TV menyebutkan bahwa itu adalah Bunga Raflesia dengan lengkap menyebutkan nama latinnya. Padahal gambar yang ditayangkan adalah gambar Bunga Bangkai. Jelas hal tersebut merupakan informasi yang menyesatkan. Kejadian seperti itu di TV bukanlah baru sekali atau dua kali ditemui, melainkan sudah beberapa kali. Bukan hanya TV, media cetak maupun beberapa artikel di internet juga salah persepsi akan hal itu.  Artinya, banyak yang masih rancu memahami Bunga Raflesia dan Bunga Bangkai.
Bunga Bangkai yang di kenal juga dengan Bunga Kibut (Amorphophallus titanum) adalah Bunga Majemuk Terbesar di Dunia, endemik Sumatera. Merupakan Flora Identitas Provinsi Bengkulu berdasarkan keputusan Menteri Dalam Negeri No. 48 tahun 1989. Di sebut Bunga Bangkai karena mengeluarkan bau busuk untuk mengundang kumbang dan lalat  penyerbuk bagi bunganya. Bunga Bangkai berbeda dengan Bunga Rafflesia karena Bunga Bangkai memiliki daun dan batang, termasuk dalam suku talas-talasan ( Araceae ).
Bunga Bangkai terdiri atas dua bagian utama : seludang dan tongkol dan memiliki siklus hidup yang unik " dua tahap", yaitu masa berdaun ( vegetatif ) dan masa berbunga ( generatif ). Kedua tahapan itu selalu diselingi oleh masa istirahat. Daur hidup bunga ini berlangsung antara 20-40 tahun, sejak mulai biji hingga pertama kali berbunga.
Ada beberapa dari jenis bunga ini yang bermanfaat. Daun muda dan buah dimanfaatkan sebagai sayuran,  juga bermanfaat untuk  pengobatan tradisional yaitu sebagai obat disentri, sakit telinga, kolera, masalah pernafasan, untuk menurunkan tekanan darah dan kolesterol, untuk obat sakit rematik dan juga masalah pencernaan, bahkan, umbi dari bunga bangkai jenis Amorphophalus paeonifolius dapat di jadikan bahan makanan karena mengandung karbohidrat yang tinggi.
Di Bengkulu ada 4 Jenis Bunga Bangkai yang terpantau oleh Komunitas Peduli Puspa Langka, tumbuh dan berkembang hampir di semua hutan yang ada di Prop. Bengkulu terutama di Cagar Alam Taba Penanjung Kab. Bengkulu Tengah dan Hutan Lindung Bukit Daun Tebat Monok Kab. Kepahiang. 4 Jenis tersebut yaitu :
a. Amorphophallus titanum
b. Amorphophallus gigas, merupakan bunga majemuk tertinggi di dunia yang dapat menghasilkan bunga setinggi 5 m
c. Amorphophallus paeonifolius
d. Amorphophallus variabilis

KOMODO

Komodo

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
"Komodo" beralih ke halaman ini. Untuk kegunaan lain, lihat Komodo (disambiguasi).
Komodo
Status konservasi

Klasifikasi ilmiah
Kingdom: Animalia
Filum: Chordata
Kelas: Reptilia
Ordo: Squamata
Subordo: Autarchoglossa
Famili: Varanidae
Genus: Varanus
Spesies: V. komodoensis
Nama binomial
Varanus komodoensis
Ouwens, 1912

Distribusi komodo
Komodo, atau yang selengkapnya disebut biawak komodo (Varanus komodoensis[1]), adalah spesies kadal terbesar di dunia yang hidup di pulau Komodo, Rinca, Flores, Gili Motang, dan Gili Dasami di Nusa Tenggara.[2] Biawak ini oleh penduduk asli pulau Komodo juga disebut dengan nama setempat ora.[3]
Termasuk anggota famili biawak Varanidae, dan klad Toxicofera, komodo merupakan kadal terbesar di dunia, dengan rata-rata panjang 2-3 m. Ukurannya yang besar ini berhubungan dengan gejala gigantisme pulau, yakni kecenderungan meraksasanya tubuh hewan-hewan tertentu yang hidup di pulau kecil terkait dengan tidak adanya mamalia karnivora di pulau tempat hidup komodo, dan laju metabolisme komodo yang kecil.[4][5] Karena besar tubuhnya, kadal ini menduduki posisi predator puncak yang mendominasi ekosistem tempatnya hidup.[6]
Tubuhnya yang besar dan reputasinya yang mengerikan membuat mereka populer di kebun binatang. Habitat komodo di alam bebas telah menyusut akibat aktivitas manusia dan karenanya IUCN memasukkan komodo sebagai spesies yang rentan terhadap kepunahan. Biawak besar ini kini dilindungi di bawah peraturan pemerintah Indonesia dan sebuah taman nasional, yaitu Taman Nasional Komodo, didirikan untuk melindungi mereka.

Anatomi dan morfologi

Kulit komodo.
Di alam bebas, komodo dewasa biasanya memiliki berat sekitar 70 kilogram,[7] namun komodo yang dipelihara di penangkaran sering memiliki bobot tubuh yang lebih besar. Spesimen liar terbesar yang pernah ada memiliki panjang sebesar 3.13 meter dan berat sekitar 166 kilogram, termasuk berat makanan yang belum dicerna di dalam perutnya.[8] Meski komodo tercatat sebagai kadal terbesar yang masih hidup, namun bukan yang terpanjang. Reputasi ini dipegang oleh biawak Papua (Varanus salvadorii).[9]
Komodo memiliki ekor yang sama panjang dengan tubuhnya, dan sekitar 60 buah gigi yang bergerigi tajam sepanjang sekitar 2.5 cm, yang kerap diganti.[10] Air liur komodo sering kali bercampur sedikit darah karena giginya hampir seluruhnya dilapisi jaringan gingiva dan jaringan ini tercabik selama makan.[11] Kondisi ini menciptakan lingkungan pertumbuhan yang ideal untuk bakteri mematikan yang hidup di mulut mereka.[12]
Komodo memiliki lidah yang panjang, berwarna kuning dan bercabang.[8] Komodo jantan lebih besar daripada komodo betina, dengan warna kulit dari abu-abu gelap sampai merah batu bata, sementara komodo betina lebih berwarna hijau buah zaitun, dan memiliki potongan kecil kuning pada tenggorokannya. Komodo muda lebih berwarna, dengan warna kuning, hijau dan putih pada latar belakang hitam.

Fisiologi

Komodo yang berjemur.
Komodo tak memiliki indera pendengaran, meski memiliki lubang telinga.[13] Biawak ini mampu melihat hingga sejauh 300 m, namun karena retinanya hanya memiliki sel kerucut, hewan ini agaknya tak begitu baik melihat di kegelapan malam. Komodo mampu membedakan warna namun tidak seberapa mampu membedakan obyek yang tak bergerak.[14]
Komodo menggunakan lidahnya untuk mendeteksi rasa dan mencium stimuli, seperti reptil lainnya, dengan indera vomeronasal memanfaatkan organ Jacobson, suatu kemampuan yang dapat membantu navigasi pada saat gelap.[15] Dengan bantuan angin dan kebiasaannya menelengkan kepalanya ke kanan dan ke kiri ketika berjalan, komodo dapat mendeteksi keberadaan daging bangkai sejauh 4—9.5 kilometer.[11] Lubang hidung komodo bukan merupakan alat penciuman yang baik karena mereka tidak memiliki sekat rongga badan.[16] Hewan ini tidak memiliki indra perasa di lidahnya, hanya ada sedikit ujung-ujung saraf perasa di bagian belakang tenggorokan.[15]
Sisik-sisik komodo, beberapa di antaranya diperkuat dengan tulang, memiliki sensor yang terhubung dengan saraf yang memfasilitasi rangsang sentuhan. Sisik-sisik di sekitar telinga, bibir, dagu dan tapak kaki memiliki tiga sensor rangsangan atau lebih.[11]
Komodo pernah dianggap tuli ketika penelitian mendapatkan bahwa bisikan, suara yang meningkat dan teriakan ternyata tidak mengakibatkan agitasi (gangguan) pada komodo liar. Hal ini terbantah kemudian ketika karyawan Kebun Binatang London ZSL, Joan Proctor melatih biawak untuk keluar makan dengan suaranya, bahkan juga ketika ia tidak terlihat oleh si biawak.[17]

Ekologi, perilaku dan cara hidup

Kaki dan ekor komodo.
Komodo secara alami hanya ditemui di Indonesia, di pulau Komodo, Flores dan Rinca dan beberapa pulau lainnya di Nusa Tenggara.[18] Komodo berhabitat di padang rumput kering terbuka, sabana, dan hutan tropis pada ketinggian rendah. Mereka aktif pada siang hari, walaupun kadang-kadang aktif juga pada malam hari. Komodo adalah binatang yang penyendiri, berkumpul bersama hanya pada saat makan dan berkembang biak.
Reptil besar ini dapat berlari cepat hingga 20 kilometer per jam pada jarak yang pendek; berenang dengan sangat baik dan mampu menyelam sedalam 4.5 meter;[19] serta pandai memanjat pohon menggunakan cakar mereka yang kuat.[7] Untuk menangkap mangsa yang berada di luar jangkauannya, komodo dapat berdiri dengan kaki belakangnya dan menggunakan ekornya sebagai penunjang.[17] Dengan bertambahnya umur, komodo lebih menggunakan cakarnya sebagai senjata, karena ukuran tubuhnya yang besar menyulitkannya memanjat pohon.
Untuk tempat berlindung, komodo menggali lubang selebar 1–3 meter dengan tungkai depan dan cakarnya yang kuat.[20] Karena besar tubuhnya dan kebiasaan tidur di dalam lubang, komodo dapat menjaga panas tubuhnya selama malam hari dan mengurangi waktu berjemur pada pagi selanjutnya.[21] Komodo umumnya berburu pada siang hingga sore hari, tetapi tetap berteduh selama bagian hari yang terpanas.[22] Tempat-tempat sembunyi komodo ini biasanya berada di daerah gumuk atau perbukitan dengan semilir angin laut, terbuka dari vegetasi, dan di sana-sini berserak kotoran hewan penghuninya. Tempat ini umumnya juga merupakan lokasi yang strategis untuk menyergap rusa.[23]

Perilaku makan

Komodo di Rinca.
Komodo adalah hewan karnivora. Walaupun mereka kebanyakan makan daging bangkai,[4] penelitian menunjukkan bahwa mereka juga berburu mangsa hidup dengan cara mengendap-endap diikuti dengan serangan tiba-tiba terhadap korbannya. Ketika mangsa itu tiba di dekat tempat sembunyi komodo, hewan ini segera menyerangnya pada sisi bawah tubuh atau tenggorokan.[11] Komodo dapat menemukan mangsanya dengan menggunakan penciumannya yang tajam, yang dapat menemukan binatang mati atau sekarat pada jarak hingga 9,5 kilometer.[11]
Komodo muda di Rinca yang makan bangkai kerbau.
Reptil purba ini makan dengan cara mencabik potongan besar daging dan lalu menelannya bulat-bulat sementara tungkai depannya menahan tubuh mangsanya. Untuk mangsa berukuran kecil hingga sebesar kambing, bisa jadi dagingnya dihabiskan sekali telan. Isi perut mangsa yang berupa tumbuhan biasanya dibiarkan tak disentuh.[23]
Air liur yang kemerahan dan keluar dalam jumlah banyak amat membantu komodo dalam menelan mangsanya. Meski demikian, proses menelan tetap memakan waktu yang panjang; 15–20 menit diperlukan untuk menelan seekor kambing. Komodo kadang-kadang berusaha mempercepat proses menelan itu dengan menekankan daging bangkai mangsanya ke sebatang pohon, agar karkas itu bisa masuk melewati kerongkongannya. Dan kadang-kadang pula upaya menekan itu begitu keras sehingga pohon itu menjadi rebah.[23]
Untuk menghindari agar tak tercekik ketika menelan, komodo bernapas melalui sebuah saluran kecil di bawah lidah, yang berhubungan langsung dengan paru-parunya.[11] Rahangnya yang dapat dikembangkan dengan leluasa, tengkoraknya yang lentur, dan lambungnya yang dapat melar luar biasa memungkinkan komodo menyantap mangsa yang besar, hingga sebesar 80% bobot tubuhnya sendiri dalam satu kali makan.[6][24]
Setelah makan, komodo berjalan menyeret tubuhnya yang kekenyangan mencari sinar matahari untuk berjemur dan mempercepat proses pencernaan. Kalau tidak, makanan itu dapat membusuk dalam perutnya dan meracuni tubuhnya sendiri. Dikarenakan metabolismenya yang lamban, komodo besar dapat bertahan dengan hanya makan 12 kali setahun atau kira-kira sekali sebulan.[11]
Setelah daging mangsanya tercerna, komodo memuntahkan sisa-sisa tanduk, rambut dan gigi mangsanya, dalam gumpalan-gumpalan bercampur dengan lendir berbau busuk, gumpalan mana dikenal sebagai gastric pellet. Setelah itu komodo menyapukan wajahnya ke tanah atau ke semak-semak untuk membersihkan sisa-sisa lendir yang masih menempel, perilaku yang menimbulkan dugaan bahwa komodo, sebagaimana halnya manusia, tidak menyukai bau ludahnya sendiri.[11]
Dalam kumpulan, komodo yang berukuran paling besar biasanya makan lebih dahulu, diikuti yang berukuran lebih kecil menurut hierarki. Jantan terbesar menunjukkan dominansinya melalui bahasa tubuh dan desisannya; yang disambut dengan bahasa yang sama oleh jantan-jantan lain yang lebih kecil untuk memperlihatkan pengakuannya atas kekuasaan itu. Komodo-komodo yang berukuran sama mungkin akan berkelahi mengadu kekuatan, dengan cara semacam gulat biawak, hingga salah satunya mengaku kalah dan mundur; meskipun adakalanya yang kalah dapat terbunuh dalam perkelahian dan dimangsa oleh si pemenang.[11]
Mangsa biawak komodo amat bervariasi, mencakup aneka avertebrata, reptil lain (termasuk pula komodo yang bertubuh lebih kecil), burung dan telurnya, mamalia kecil, monyet, babi hutan, kambing, rusa, kuda, dan kerbau. Komodo muda memangsa serangga, telur, cecak, dan mamalia kecil.[4][24] Kadang-kadang komodo juga memangsa manusia dan mayat yang digali dari lubang makam yang dangkal.[17] Kebiasaan ini menyebabkan penduduk pulau Komodo menghindari tanah berpasir dan memilih mengubur jenazah di tanah liat, serta menutupi atasnya dengan batu-batu agar tak dapat digali komodo.[23]
Ada pula yang menduga bahwa komodo berevolusi untuk memangsa gajah kerdil Stegodon yang pernah hidup di Flores.[25] Komodo juga pernah teramati ketika mengejutkan dan menakuti rusa-rusa betina yang tengah hamil, dengan harapan agar keguguran dan bangkai janinnya dapat dimangsa, suatu perilaku yang juga didapati pada predator besar di Afrika.[25]
Karena tak memiliki sekat rongga badan, komodo tak dapat menghirup air atau menjilati air untuk minum (seperti kucing). Alih-alih, komodo ‘mencedok’ air dengan seluruh mulutnya, lalu mengangkat kepalanya agar air mengalir masuk ke perutnya.[11]

Bisa dan bakteri

Pada akhir 2005, peneliti dari Universitas Melbourne, Australia, menyimpulkan bahwa biawak Perentie (Varanus giganteus) dan biawak-biawak lainnya, serta kadal-kadal dari suku Agamidae, kemungkinan memiliki semacam bisa. Selama ini diketahui bahwa luka-luka akibat gigitan hewan-hewan ini sangat rawan infeksi karena adanya bakteria yang hidup di mulut kadal-kadal ini, akan tetapi para peneliti ini menunjukkan bahwa efek langsung yang muncul pada luka-luka gigitan itu disebabkan oleh masuknya bisa berkekuatan menengah.
Para peneliti ini telah mengamati luka-luka di tangan manusia akibat gigitan biawak Varanus varius, V. scalaris dan komodo, dan semuanya memperlihatkan reaksi yang serupa: bengkak secara cepat dalam beberapa menit, gangguan lokal dalam pembekuan darah, rasa sakit yang mencekam hingga ke siku, dengan beberapa gejala yang bertahan hingga beberapa jam kemudian.[26]
Sebuah kelenjar yang berisi bisa yang amat beracun telah berhasil diambil dari mulut seekor komodo di Kebun Binatang Singapura, dan meyakinkan para peneliti akan kandungan bisa yang dipunyai komodo[27].
Di samping mengandung bisa, air liur komodo juga memiliki aneka bakteri mematikan di dalamnya; lebih dari 28 bakteri Gram-negatif dan 29 Gram-positif telah diisolasi dari air liur ini.[28] Bakteri-bakteri tersebut menyebabkan septikemia pada korbannya. Jika gigitan komodo tidak langsung membunuh mangsa dan mangsa itu dapat melarikan diri, umumnya mangsa yang sial ini akan mati dalam waktu satu minggu akibat infeksi.
Bakteri yang paling mematikan di air liur komodo agaknya adalah bakteri Pasteurella multocida yang sangat mematikan; diketahui melalui percobaan dengan tikus laboratorium.[29] Karena komodo nampaknya kebal terhadap mikrobanya sendiri, banyak penelitian dilakukan untuk mencari molekul antibakteri dengan harapan dapat digunakan untuk pengobatan manusia.[30]

Reproduksi

Pada gambar ini, ekor dan cakar komodo dapat terlihat dengan jelas.
Komodo yang tidur. Perhatikan kukunya yang besar. Kukunya digunakan untuk bertempur dan makan.
Musim kawin terjadi antara bulan Mei dan Agustus, dan telur komodo diletakkan pada bulan September.[19] Selama periode ini, komodo jantan bertempur untuk mempertahankan betina dan teritorinya dengan cara "bergulat" dengan jantan lainnya sambil berdiri di atas kaki belakangnya. Komodo yang kalah akan terjatuh dan "terkunci" ke tanah. Kedua komodo jantan itu dapat muntah atau buang air besar ketika bersiap untuk bertempur.[17]
Pemenang pertarungan akan menjentikkan lidah panjangnya pada tubuh si betina untuk melihat penerimaan sang betina.[6] Komodo betina bersifat antagonis dan melawan dengan gigi dan cakar mereka selama awal fase berpasangan. Selanjutnya, jantan harus sepenuhnya mengendalikan betina selama bersetubuh agar tidak terluka. Perilaku lain yang diperlihatkan selama proses ini adalah jantan menggosokkan dagu mereka pada si betina, garukan keras di atas punggung dan menjilat.[31] Kopulasi terjadi ketika jantan memasukan salah satu hemipenisnya ke kloaka betina.[14] Komodo dapat bersifat monogamus dan membentuk "pasangan," suatu sifat yang langka untuk kadal.[17][24]
Betina akan meletakkan telurnya di lubang tanah, mengorek tebing bukit atau gundukan sarang burung gosong berkaki-jingga yang telah ditinggalkan. Komodo lebih suka menyimpan telur-telurnya di sarang yang telah ditinggalkan.[32] Sebuah sarang komodo rata-rata berisi 20 telur yang akan menetas setelah 7–8 bulan.[17] Betina berbaring di atas telur-telur itu untuk mengerami dan melindunginya sampai menetas di sekitar bulan April, pada akhir musim hujan ketika terdapat sangat banyak serangga.[19]
Proses penetasan adalah usaha melelahkan untuk anak komodo, yang keluar dari cangkang telur setelah menyobeknya dengan gigi telur yang akan tanggal setelah pekerjaan berat ini selesai. Setelah berhasil menyobek kulit telur, bayi komodo dapat berbaring di cangkang telur mereka untuk beberapa jam sebelum memulai menggali keluar sarang mereka. Ketika menetas, bayi-bayi ini tak seberapa berdaya dan dapat dimangsa oleh predator.[11]
Komodo muda menghabiskan tahun-tahun pertamanya di atas pohon, tempat mereka relatif aman dari predator, termasuk dari komodo dewasa yang kanibal, yang sekitar 10% dari makanannya adalah biawak-biawak muda yang berhasil diburu.[17][33] Komodo membutuhkan tiga sampai lima tahun untuk menjadi dewasa, dan dapat hidup lebih dari 50 tahun.[20]
Di samping proses reproduksi yang normal, terdapat beberapa contoh kasus komodo betina menghasilkan anak tanpa kehadiran pejantan (partenogenesis), fenomena yang juga diketahui muncul pada beberapa spesies reptil lainnya seperti pada Cnemidophorus.[7]

Partenogenesis

Sungai, seekor komodo di Kebun Binatang London, telah bertelur pada awal tahun 2006 setelah dipisah dari jantan selama lebih dari dua tahun. Ilmuwan pada awalnya mengira bahwa komodo ini dapat menyimpan sperma beberapa lama hasil dari perkawinan dengan komodo jantan pada waktu sebelumnya, suatu adaptasi yang dikenal dengan istilah superfekundasi.[34]
Pada tanggal 20 Desember 2006, dilaporkan bahwa Flora, komodo yang hidup di Kebun Binatang Chester, Inggris adalah komodo kedua yang diketahui menghasilkan telur tanpa fertilisasi (pembuahan dari perkawinan). Ia mengeluarkan 11 telur, dan 7 di antaranya berhasil menetas.[35]
Peneliti dari Universitas Liverpool di Inggris utara melakukan tes genetika pada tiga telur yang gagal menetas setelah dipindah ke inkubator, dan terbukti bahwa Flora tidak memiliki kontak fisik dengan komodo jantan. Setelah temuan yang mengejutkan ini, pengujian lalu dilakukan terhadap telur-telur Sungai dan mendapatkan bahwa telur-telur itupun dihasilkan tanpa pembuahan dari luar.[36]
Komodo memiliki sistem penentuan seks kromosomal ZW, bukan sistem penentuan seks XY. Keturunan Flora yang berkelamin jantan, menunjukkan terjadinya beberapa hal. Yalah bahwa telur Flora yang tidak dibuahi bersifat haploid pada mulanya dan kemudian menggandakan kromosomnya sendiri menjadi diploid; dan bahwa ia tidak menghasilkan telur diploid, sebagaimana bisa terjadi jika salah satu proses pembelahan-reduksi meiosis pada ovariumnya gagal.
Ketika komodo betina (memiliki kromosom seks ZW) menghasilkan anak dengan cara ini, ia mewariskan hanya salah satu dari pasangan-pasangan kromosom yang dipunyainya, termasuk satu dari dua kromosom seksnya. Satu set kromosom tunggal ini kemudian diduplikasi dalam telur, yang berkembang secara partenogenetika. Telur yang menerima kromosom Z akan menjadi ZZ (jantan); dan yang menerima kromosom W akan menjadi WW dan gagal untuk berkembang.[37]
Diduga bahwa adaptasi reproduktif semacam ini memungkinkan seekor hewan betina memasuki sebuah relung ekologi yang terisolasi (seperti halnya pulau) dan dengan cara partenogenesis kemudian menghasilkan keturunan jantan. Melalui perkawinan dengan anaknya itu pada saat yang berikutnya hewan-hewan ini dapat membentuk populasi yang bereproduksi secara seksual, karena dapat menghasilkan keturunan jantan dan betina.[37] Meskipun adaptasi ini bersifat menguntungkan, kebun binatang perlu waspada kerena partenogenesis mungkin dapat mengurangi keragaman genetika.[38]
Pada 31 Januari 2008, Kebun Binatang Sedgwick County di Wichita, Kansas menjadi kebun binatang yang pertama kali mendokumentasi partenogenesis pada komodo di Amerika. Kebun binatang ini memiliki dua komodo betina dewasa, yang salah satu di antaranya menghasilkan 17 butir telur pada 19-20 Mei 2007. Hanya dua telur yang diinkubasi dan ditetaskan karena persoalan ketersediaan ruang; yang pertama menetas pada 31 Januari 2008, diikuti oleh yang kedua pada 1 Februari. Kedua anak komodo itu berkelamin jantan.

HARIMAU SUMATERA SI PENGHUNI KHAS SUMATERA

 HARIMAU SUMATERA

Harimau sumatera (bahasa Latin: Panthera tigris sumatrae) adalah subspesies harimau yang habitat aslinya di pulau Sumatera, merupakan satu dari enam subspesies harimau yang masih bertahan hidup hingga saat ini dan termasuk dalam klasifikasi satwa kritis yang terancam punah (critically endangered) dalam daftar merah spesies terancam yang dirilis Lembaga Konservasi Dunia IUCN. Populasi liar diperkirakan antara 400-500 ekor, terutama hidup di taman-taman nasional di Sumatera. Uji genetik mutakhir telah mengungkapkan tanda-tanda genetik yang unik, yang menandakan bahwa subspesies ini mungkin berkembang menjadi spesies terpisah, bila berhasil lestari.[2]
Penghancuran habitat merupakan ancaman terbesar terhadap populasi saat ini. Pembalakan tetap berlangsung bahkan di taman nasional yang seharusnya dilindungi. Tercatat 66 ekor harimau sumatera terbunuh antara tahun 1998 dan 2000.

Ciri-ciri

Harimau sumatera adalah subspesies harimau terkecil.[3] Harimau sumatera mempunyai warna paling gelap di antara semua subspesies harimau lainnya, pola hitamnya berukuran lebar dan jaraknya rapat kadang kala dempet. Harimau sumatera jantan memiliki panjang rata-rata 92 inci dari kepala ke buntut atau sekitar 250 cm panjang dari kepala hingga kaki dengan berat 300 pound atau sekitar 140 kg, sedangkan tinggi dari jantan dewasa dapat mencapai 60 cm. Betinanya rata-rata memiliki panjang 78 inci atau sekitar 198 cm dan berat 200 pound atau sekitar 91 kg. Belang harimau sumatera lebih tipis daripada subspesies harimau lain. Warna kulit harimau sumatera merupakan yang paling gelap dari seluruh harimau, mulai dari kuning kemerah-merahan hingga oranye tua. Subspesies ini juga punya lebih banyak janggut serta surai dibandingkan subspesies lain, terutama harimau jantan. Ukurannya yang kecil memudahkannya menjelajahi rimba. Terdapat selaput di sela-sela jarinya yang menjadikan mereka mampu berenang cepat. Harimau ini diketahui menyudutkan mangsanya ke air, terutama bila binatang buruan tersebut lambat berenang. Bulunya berubah warna menjadi hijau gelap ketika melahirkan.

Habitat

Harimau sumatera pada tahun 1926.
Harimau sumatera hanya ditemukan di pulau Sumatera. Kucing besar ini mampu hidup di manapun, dari hutan dataran rendah sampai hutan pegunungan, dan tinggal di banyak tempat yang tak terlindungi. Hanya sekitar 400 ekor tinggal di cagar alam dan taman nasional, dan sisanya tersebar di daerah-daerah lain yang ditebang untuk pertanian, juga terdapat lebih kurang 250 ekor lagi yang dipelihara di kebun binatang di seluruh dunia. Harimau sumatera mengalami ancaman kehilangan habitat karena daerah sebarannya seperti blok-blok hutan dataran rendah, lahan gambut dan hutan hujan pegunungan terancam pembukaan hutan untuk lahan pertanian dan perkebunan komersial, juga perambahan oleh aktivitas pembalakan dan pembangunan jalan. Karena habitat yang semakin sempit dan berkurang, maka harimau terpaksa memasuki wilayah yang lebih dekat dengan manusia, dan seringkali mereka dibunuh dan ditangkap karena tersesat memasuki daerah pedesaan atau akibat perjumpaan yang tanpa sengaja dengan manusia.

Makanan

Makanan harimau sumatera tergantung tempat tinggalnya dan seberapa berlimpah mangsanya. Sebagai predator utama dalam rantai makanan, harimau mepertahankan populasi mangsa liar yang ada di bawah pengendaliannya, sehingga keseimbangan antara mangsa dan vegetasi yang mereka makan dapat terjaga. Mereka memiliki indera pendengaran dan penglihatan yang sangat tajam, yang membuatnya menjadi pemburu yang sangat efisien. Harimau Sumatera merupakan hewan soliter, dan mereka berburu pada malam hari, mengintai mangsanya dengan sabar sebelum menyerang dari belakang atau samping. Mereka memakan apapun yang dapat ditangkap, umumnya babi hutan dan rusa, dan kadang-kadang unggas atau ikan. Orangutan juga dapat jadi mangsa, mereka jarang menghabiskan waktu di permukaan tanah, dan karena itu jarang ditangkap harimau. Harimau sumatera juga gemar makan durian.
Harimau sumatera juga mampu berenang dan memanjat pohon ketika memburu mangsa. Luas kawasan perburuan harimau sumatera tidak diketahui dengan tepat, tetapi diperkirakan bahwa 4-5 ekor harimau sumatera dewasa memerlukan kawasan jelajah seluas 100 kilometer di kawasan dataran rendah dengan jumlah hewan buruan yang optimal (tidak diburu oleh manusia).

Reproduksi

Harimau sumatera dapat berbiak kapan saja. Masa kehamilan adalah sekitar 103 hari. Biasanya harimau betina melahirkan 2 atau 3 ekor anak harimau sekaligus, dan paling banyak 6 ekor. Mata anak harimau baru terbuka pada hari kesepuluh, meskipun anak harimau di kebun binatang ada yang tercatat lahir dengan mata terbuka. Anak harimau hanya minum air susu induknya selama 8 minggu pertama. Sehabis itu mereka dapat mencoba makanan padat, namun mereka masih menyusu selama 5 atau 6 bulan. Anak harimau pertama kali meninggalkan sarang pada umur 2 minggu, dan belajar berburu pada umur 6 bulan. Mereka dapat berburu sendirian pada umur 18 bulan, dan pada umur 2 tahun anak harimau dapat berdiri sendiri. Harimau Sumatera dapat hidup selama 15 tahun di alam liar, dan 20 tahun dalam kurungan.

Perdagangan

Seorang pria berpose bersama seekor harimau sumatera yang telah ditembak mati (foto antara 1890-1900).
Perdagangan bagian tubuh harimau di Indonesia saat ini semakin memprihatinkan. Penemuan tentang perdagangan harimau tersebut tercermin dalam survei Profauna Indonesia yang didukung oleh International Fund for Animal Welfare (IFAW) pada bulan Juli - Oktober 2008. Selama 4 bulan tersebut Profauna mengunjungi 21 kota/lokasi yang ada di Sumatera dan Jakarta.
Dari 21 kota yang dikunjungi Profauna, 10 kota di antaranya ditemukan adanya perdagangan bagian tubuh harimau (48 %). Bagian tubuh harimau yang diperdagangkan meliputi kulit, kumis, cakar, ataupun opsetan utuh.
Harga bagian tubuh harimau yang dijual itu bervariasi. Untuk yang utuh dijual seharga Rp. 5 juta per lembar sampai dengan 25 juta per lembar. Sedangkan taring harimau ditawarkan seharga Rp. 400.000 hingga Rp. 1,1 juta.
Kebanyakan bagian tubuh harimau tersebut dijual di toko seni, penjual batu mulia, dan penjual obat tradisional. Untuk perdagangan bagian tubuh harimau paling banyak terjadi di Lampung.
Masih maraknya perdagangan bagian tubuh harimau tersebut sudah dilaporkan Profauna ke Departemen Kehutanan melalui Dirjen PHKA pada bulan April 2009, dengan harapan pemerintah bisa mengambil langkah-langkah tegas untuk mengatasi perdagangan satwa langka yang dilindungi tersebut. Beberapa tindakan nyata telah diambil pemerintah untuk memerangi perdagangan bagian tubuh harimau di Jakarta.

Penegakan hukum

Pada tanggal 7 Agustus 2009, Satuan Polhut Reaksi Cepat dan Satuan Sumdaling Polda Metro Jaya berhasil menggulung sindikat perdagangan kulit harimau di Jakarta. Selain mengamankan 2 kulit harimau sumatera utuh, polisi juga menyita 6 awetan burung cendrawasih, 2 kulit kucing hutan, 12 awetan kepala rusa, 1 surili, 5 tengkorak rusa, 1 kepala beruang dan 1 kulit rusa sambar. Sindikat perdagangan satwa langka itu diduga juga melibatkan sejumlah kebun binatang di Jawa dan Sumatera.
Terungkapnya sindikat perdagangan harimau dan satwa langka lainnya di Jakarta tersebut membuktikan bahwa laporan Profauna tentang perdagangan harimau adalah sebuah fakta. Fakta tersebut seperti fenomena gunung es, hanya tampak di permukaannya saja. Fakta sebenarnya diyakini jauh lebih besar dari yang sudah terdektesi.

Perlindungan harimau

Perdagangan bagian tubuh harimau di Indonesia adalah perbuatan kriminal, karena melanggar Undang-Undang nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Berdasarkan pasal 21 dalam undang-undang nomor 5 tahun 1990 poin (d) bahwa "setiap orang dilarang untuk memperniagakan, menyimpan atau memiliki, kulit, tubuh atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian satwa tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia". Pelanggar dari ketentuan tersebut dapat dikenakan sanksi pidana berupa hukuman penjara maksimal 5 tahun dan denda maksimum 100 juta.

BEKANTAN SI HIDUNG PANJANG

Bekantan Si Hidung Panjang Dari Kalimantan

Bekantan atau biasa disebut Monyet Belanda merupakan satwa endemik Pulau Kalimantan (Indonesia, Brunei, dan Malaysia). Bekantan merupakan sejenis kera yang mempunyai ciri khas hidung yang panjang dan besar dengan rambut berwarna coklat kemerahan. Dalam bahasa ilmiah, Bekantan disebut Nasalis larvatus.
Bekantan dalam bahasa latin (ilmiah) disebut Nasalis larvatus, sedang dalam bahasa inggris disebut Long-Nosed Monkey atau Proboscis Monkey. Di negara-negara lain disebut dengan beberapa nama seperti Kera Bekantan (Malaysia), Bangkatan (Brunei), Neusaap (Belanda). Masyarakat Kalimantan sendiri memberikan beberapa nama pada spesies kera berhidung panjang ini seperti Kera Belanda, Pika, Bahara Bentangan, Raseng dan Kahau.
Bekantan yang merupakan satu dari dua spesies anggota Genus Nasalis ini sebenarnya terdiri atas dua subspesies yaitu Nasalis larvatus larvatus dan Nasalis larvatus orientalis. Nasalis larvatus larvatus terdapat dihampir seluruh bagian pulau Kalimantan sedangkan Nasalis larvatus orientalis terdapat di bagian timur laut dari Pulau Kalimantan.
Gambar Bekantan Jantan
Binatang yang oleh IUCN Redlist dikategorikan dalam status konservasi “Terancam” (Endangered) merupakan satwa endemik pulau Kalimantan. Satwa ini dijadikan maskot (fauna identitas) provinsi Kalimantan Selatan berdasarkan SK Gubernur Kalsel No. 29 Tahun 1990 tanggal 16 Januari 1990. Selain itu, satwa ini juga menjadi maskot Dunia Fantasi Ancol.
Ciri-ciri dan Habitat Bekantan. Hidung panjang dan besar pada Bekantan (Nasalis larvatus) hanya dimiliki oleh spesies jantan. Fungsi dari hidung besar pada bekantan jantan masih tidak jelas, namun ini mungkin disebabkan oleh seleksi alam. Kera betina lebih memilih jantan dengan hidung besar sebagai pasangannya. Karena hidungnya inilah, bekantan dikenal juga sebagai Monyet Belanda.
Bekantan jantan berukuran lebih besar dari betina. Ukurannya dapat mencapai 75 cm dengan berat mencapai 24 kg. Kera Bekantan betina berukuran sekitar 60 cm dengan berat 12 kg. Spesies ini juga memiliki perut yang besar (buncit). Perut buncit ini sebagai akibat dari kebiasaan mengkonsumsi makanannya yang selain mengonsumsi buah-buahan dan biji-bijian mereka juga memakan dedaunan yang menghasilkan banyak gas pada waktu dicerna.
Bekantan (Nasalis larvatus) hidup secara berkelompok. Masing-masing kelompok dipimpin oleh seekor Bekantan jantan yang besar dan kuat. Biasanya dalam satu kelompok berjumlah sekitar 10 sampai 30 ekor.
Satwa yang dilindungi ini lebih banyak menghabiskan waktu di atas pohon. Walaupun demikian Bekantan juga mampu berenang dan menyelam dengan baik, terkadang terlihat berenang menyeberang sungai atau bahkan berenang dari satu pulau ke pulau lain.
Seekor Bekantan betina mempunyai masa kehamilan sekitar166 hari atau 5-6 bulan dan hanya melahirkan 1 (satu) ekor anak dalam sekali masa kehamilan. Anak Bekantan ini akan bersama induknya hingga menginjak dewasa (berumur 4-5 tahun).
Habitat Bekantan (Nasalis larvatus) masih dapat dijumpai di beberapa lokasi antara lain di Suaka Margasatwa (SM) Pleihari Tanah Laut, SM Pleihari Martapura, Cagar Alam (CA) Pulau Kaget, CA Gunung Kentawan, CA Selat Sebuku dan Teluk Kelumpang. Juga terdapat di pinggiran Sungai Barito, Sungai Negara, Sungai Paminggir, Sungai Tapin, Pulau Bakut dan Pulau Kembang.
Konservasi Bekantan. Bekantan (Nasalis larvatus) oleh IUCN Redlist sejak tahun 2000 dimasukkan dalam status konservasi kategori Endangered (Terancam Kepunahan) setelah sebelumnya masuk kategori “Rentan” (Vulnerable; VU). Selain itu Bekantan juga terdaftar pada CITES sebagai Apendix I (tidak boleh diperdagangkan secara internasional)
Pada tahun 1987 diperkirakan terdapat sekitar 260.000 Bekantan di Pulau Kalimantan saja tetapi pada tahun 2008 diperkirakan jumlah itu menurun drastis dan hanya tersisa sekitar 25.000. Hal ini disebabkan oleh banyaknya habitat yang mulai beralih fungsi dan kebakaran hutan.

Senin, 20 Maret 2017

CONTOH FAUNA ASIATIS, AUSTRALIS DAN PERALIHAN

 CONTOH FAUNA ASIATIS, AUSTRALIS DAN PERALIHAN

Para ahli geologi berpendapat, bahwa pada jaman purba, pulau-pulau di wilayah barat Indonesia merupakan bagian dari benua Asia, sedangkan Pulau Papua dan pulau-pulau kecil di sekitarnya semula adalah bagian dari benua Australia. Salah satu buktinya adalah flora dan dan fauna yang ada di pulau-pulau tersebut. Flora dan fauna di pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan serupa dengan flora dan dan fauna benua Asia, sedangkan flora dan dan fauna di pulau Papua, serupa dengan flora dan dan fauna di benua Australia, sedangkan flora dan dan fauna di Pulau Sulawesi, Maluku dan Nusa Tenggara merupakan fauna peralihan yang tidak serupa dengan fauna di benua Asia maupun Australia.
Pada abad ke-19, Alfred Russel Wallace mengusulkan ide tentang Garis Wallace, yang merupakan suatu garis imajiner yang membagi kepulauan Indonesia ke dalam dua daerah. Garis tersebut ditarik melalui kepulauan Melayu, di antara Kalimantan (Borneo) dan Sulawesi (Celebes) dan di antara Bali dan Lombok. Seorang peneliti lain, yang berkebangsaan Jerman bernama Weber, berdasarkan penelitiannya, menetapkan batas penyebaran hewan dariAustralia ke Indonesia bagian Timur. Garis batas tersebut dinamakan garis Weber.
Letak garis Wallace dan Weber dapat kalian lihat pada peta di bawah ini
                               
Daerah di sebelah barat garis Wallace dataran Sunda, flora dan faunanya disebut flora dan fauna Asiatis, karena ciri-cirinya sama dengan fauna di benua Asia. Dataran di sebelah timur garis Weber disebut dataran Sahul flora dan faunanya disebut fauna Australis, sedangkan fauna diantara garis Wallace dan garis Weber disebut fauna peralihan.
Berikut adalah perbedaan antar hewan asiatis dan australis:
Fauna Asiatis :
1. Binatang menyusui besar-besar
2. Terdapat bermacam-macam jenis kera.
3. Jenis ikan air tawar banyak.
4. Jenis  burung berwarna tidak banyak.
Fauna Australis
1. Binatang menyusui kecil-kecil dan jenis binatang berkantong.
2. Tidak terdapat jenis kera.
3. Jenis ikan air tawar sedikit.
4. Terdapat banyak jenis burung berwarna.
Fauna Asiatis
Fauna Asiatis antara lain adalah:
-  gajah India di Sumatera,
-  harimau ( terdapat di Jawa, Sumatera, dan Bali),
-  badak bercula dua ( di Sumatera dan Kalimantan),
-  badak bercula satu di Jawa,
-  orang utan (di Sumatera danKalimantan),
-  Kancil di Jawa, Sumatera dan Kalimantan, dan
-  beruang madu di Sumatera dan Kalimantan.
Hal yang menarik adalah di Kalimantan tidak terdapat harimau dan di Sulawesi terdapat binatang Asiatis seperti monyet, musang, anoa, dan rusa. Di NusaTenggara terdapat sejenis cecak terbang yang termasuk binatang Asia.
Fauna endemik di dataran ini adalah, badak bercula satu di Ujung kulon Jawa Barat, Beo Niasdi Kabupaten Nias, Bekantan/Kera Belanda dan Orang Utan di Kalimantan.
Contoh flora asiatis yaitu: tumbuhan jenis meranti-merantian, berbagai jenis rotan dan berbagai jenis nangka.
Fauna Australis
Contoh fauna Australis adalah:
-  kanguru,
-  kasuari,
-  kuskus,
-  burung cendrawasih
Fauna Peralihan
Di daerah fauna peralihan juga terdapat fauna endemik seperti Komodo di Pulau Komodo dan pulau-pulau sekitarnya, tapir (kerbau liar), burung Kasuari diPulau Morotai, Obi, Halmahera dan Bacanan, dan Tarsius.

Pembagian Fauna Di indonesia Menurut Garis Wallace dan Weber

Pembagian Fauna Di Indonesia Menurut Garis Wallace Dan Weber

Pembagian  Fauna Di Indonesia
Menurut Garis Wallace Dan Weber
Wilayah Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman sumber daya hati baik yang terdapat di darat, laut maupun udara. Keanekaragaman flora dan fauna tersebut mendorong pada peneliti dan pecinta alam datang ke Indonesia untuk meneliti flora dan fauna.berikut pembagian fauna di indonesia menurut garis weber dan wellace:
[*]Persebaran Fauna (dunia hewan) di Indonesia
Keanekaragaman dan perbedaan fauna di Indonesia dipengaruhi oleh keadaan alam, gerakan hewan dan rintangan alam. Fauna atau dunia hewan di Indonesia digolongkan menjadi tiga kelompok berdasarkan pengelompokan oleh Alfred Russel Wallace dan Max Wilhelm Carl Weber. Secara ringkas tiga kelompok fauna di Indonesia adalah ebagai berikut :
[*]Fauna tipe Asiatis, menempati bagian barat Indonesia sampai Selat Makasar dan Selat Lombok. Di daerah ini terdapat berbagai jenis hewan menyusui yang besar seperti gajah, harimau, badak, beruang, orang utan.
[*] Fauna tipe Australis, menempati bagian timur Indonesia, meliputi Papua dan pulau-pulau sekitarnya. Di daerah ini terdapat jenis hewan seperti kangguru, burung kasuari, cendrawasih, kakaktua.
[*] Fauna Peralihan dan asli, terdapat di bagian tengah Indonesia, meliputi Sulawesi dan daerah Nusa Tenggara. Di daerah ini terdapat jenis hewan seperti kera, kuskus, babi rusa, anoa dan burung maleo.
Jenis Fauna Australis, yang terdapat di Bagian Timur Indonesia
Peta Persebaran Fauna Indonesia berdasarkan Garis Wallace dan Garis Weber
[*]Garis Wallace membatasi Fauna Asiatis dengan Fauna Peralihan
[*] Garis Weber membatasi Fauna Australis dengan Fauna Peralihan.
Indonesia meliliki keanekaragaman flora dan fauna baik di Indonesia bagian barat, tengah dan timur akibat pengaruh keadaan alam, rintangan alam dan pergerakan hewan di alam bebas. Ketiga wilayah di Indonesia memiliki keunikan dan ciri khas keragaman binatang dan tanaman yang ada di alam bebas.

Persebaran Fauna Australis di indonesia

Penyebaran Fauna Australis di Indonesia

Persebaran hewan di muka bumi ini didasarkan oleh faktor fisiografik, iklim dan biotik yang berbeda antara wilayah yang satu dengan lainnya, sehingga akhirnya menyebabkan perbedaan jenis hewan di suatu wilayah.Di samping itu faktor sejarah geologi juga mempengaruhi persebaran hewan di wilayah tertentu karena wilayah tersebut pernah menjadi satu. Namun hewan berbeda dengan tumbuhan yang bersifat pasif.
Pada hewan, bila habitatnya dirasakan sudah tidak cocok, maka seringkali mengadakan migrasi ke tempat lainnya secara besar-besaran. Oleh karena itu pola persebaran fauna tidak seperti persebaran flora. Adakalanya hewan khas di suatu wilayah juga terdapat di wilayah lainnya. Wilayah fauna Indonesia Timur berbatasan dengan Wilayah Fauna Indonesia Tengah dan dibatasi oleh garis khayal yaitu Garis Webber, dan termasuk dalam kelompok fauna dunia zona Australis. Berdasarkan tinjauan zoologi, Indonesia mempunyai perbedaan jenis fauna antara bagian barat, tengah, dan timur. Weber membagi fauna di Indonesia diantaranya  yaitu :
 Fauna tipe Australis (Australic)
Meliputi fauna yang terdapat di kepulauan Aru dan wilayah Papua. Di wilayah ini banyak ditemukan binatang menyusui yang berukuran kecil dan binatang berkantung. Fauna Australis disebut jugafauna dataran sahul. Fauna ini terdapat di Irian Jaya dan pulau-pulau disekitarnya. Binatang-binatangnya mempunyai kesamaan dengan binatang-binatang di benua Australia.
            Ciri fauna Tipe Australis yaitu: mamalia kecil, banyak jenis hewan bertanduk, banyak burung dengan bulu warna-warni. Berikut adalah beberapa contoh fauna tipa australis :
v  Judul Foto        : Burung Kakatua Fauna Khas Australis yang berada di                                                         indonesia
v  Lokasi dan Waktu Pemotretan : Jln. Kebun Binatang No. 6.(Taman Sari) Bandung,  Jawa                                        Barat, 13 Oktober 2012
v  Gambaran Umum Isi Foto               :
      Burung kakatua jenis burung yang berada di indonesia yang merupakan fauna sebaran khas australis. Ukuran tubuh burung sekitar 46 cm dan berat badannya kira-kira 550 gram Bulunya ada yang putih dan hitam. Kemudian jambul yang besar seperti payung yang indah diatas kepalanya akan terbuka. Serta paruh yang hitam dan kakinya yang abu-abu. Mata di burung jantan Coklat dan hitam pada burung muda. Cara terbang lurus dan mendatar dengan beberapa kepakan perlahan kemudian melayang pendek.
      Penyebarannyadiseluruh dataran rendah Papua, Kelompok Papua barat, Kep. Ar, P. Yapen, P. Sariba dan P. Misima. Dari ketinggian permukaan laut sampai 750 m (Jarang sampai 1300 m). terdapat juga di Australia Utara. Burung ini mempunyai paruh yang bengkok dan kuat sehingga sering disebut juga burung paruh bengkok. Bentuk kakinya juga mempunyai susunan jari kaki yang bersilangan. Susunan jari kakinya yaitu dua jari mengarah kedepan dan dua jari mengarah ke belakang. Dengan begitu burung kakatua dapat memegang, menggenggam dan memanjat. Lidahnya menyerupai kubus, bersifat lentur sehingga lidahnya dapat meraba-raba pakan yang sedang dimakannya. Burung kakatua adalah binatang yang luar biasa setia, bulu mereka sangat lembut dan mereka indah. Yang terpenting, mereka sangat pintar dan burung yang selalu ingin tahu. Burung kakatua senang pamer diri dan membuat tingkah laku lucu dengan membentangkan sayapnya, kepalanya naik turun, menari dan berteriak. Mereka sangat aktif dan selalu ingin tahu mengenai lingkungan sekitarnya. 
v  Fungsi/Relevansinya Dengan Pembelajaran Geografi : Mengenal sebaran Fauna-fauna australis khususnya burung kakatua yang hidup di Indonesia sebagai bahan referensi pengetahuan mengenai dunia satwa khas fauna australis.




v  Judul Foto                                      :Kangguru Pohon Fauna Khas Australis yang berada di                                                         indonesia
v  Lokasi dan Waktu Pemotretan         :Jln. Kebun Binatang No. 6. (Tamansari)Bandung,  Jawa                               Barat, 13 Oktober 2012
v  Gambaran Umum Isi Foto               :
      Kangguru pohon merupakan fauna khas australis yang berada di indonesia yang memiliki ciri khas yang berbeda dengan kangguru lainnya yaitu memiliki bulu pada sisi telinga berjumbai, serta ujung ekor berjumbai. Kangguru pohon memiliki pola warna yang berbeda antara jantan dan betina atau dimorfisme  yaitu pada bagian pipi, dagu, leher dan bagian dorsal tubuh. Rata-rata ukuran tubuh kangguru pohon relatif kecil. Kangguru pohon merupakan hewan diurnal, dimana selama pengamatan dijumpai beraktivitas pada pagi hingga sore hari. Kangguru pohon merupakan hewan endemik Australia yang hidup di indonesia.Kangguru pohon merupakan adalah pendaki canggung dan tidak terlalu lincah di pohon-pohon. Namun mereka bisa melompat jauh dari cabang ke cabang. Pohon kangguru memakan daun dan buah serta memiliki wilayah tertentu. Kangguru pohon adalah hewan soliter dan tampaknya telah menetapkan wilayah hingga dua hektar. Yang jantan biasanya berbagi wilayah mereka dengan setengah lusin perempuan.
Fungsi/Relevansinya Dengan Pembelajaran Geografi : Memberikan pengetahuan dan mengenalkan jenis fauna australis khususnya kangguru pohon sebagai referensi bahan wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai satwa yang hidup di indonesia yang merupakan fauna khas australis.
v  Judul Foto                                      :Kura-kura Fauna Khas Australis yang berada di                                                                    indonesia
v  Lokasi dan Waktu Pemotretan         :Jln. Kebun Binatang No. 6.(Taman Sari) Bandung,  Jawa                                           Barat, 13 Oktober 2012
v  Gambaran Umum Isi Foto               :
      Kura-kura merupakan fauna khas australis yang berada di indonesia dan merupakan satwa reptilia. Seperti reptil lainnya,kura-kura yang ectothermic (berdarah dingin) napas udara hanya melalui paru-paru kuat (meskipun ada kulit bernapas terbatas di beberapa jenis air), dan bertelur di darat.Spesies sekitar 300 kura-kura yang ditandai dengan kotak-seperti tulang atau kasar shell, paruh keratin daripada gigi, dan unik di antara vertebrata, tungkai dan girdle tungkai terletak di dalam tulang rusuk.Shell, yang merupakan kunci keberhasilan mereka, juga terbatas keragaman kelompok. Jelas, terbang atau meluncur penyu tidak pernah ada, dan bahkan aboreality (hidup di pohon) hanya sedikit dikembangkan.Sebuah shell kura-kura pada dasarnya adalah sebuah kotak tulang yang terdiri dari cangkang atas kubah atau carapace dan shell lebih rendah datar atau plastron. Carapace terbentuk dari fusi tulang belakang, tulang rusuk diperluas, dan tulang dalam dermis kulit dan terdiri dari sejumlah lempeng tulang saling.Plastron ini terbentuk dari tulang pectoral korset dan tulang dermal. Hal ini juga terdiri dari lempeng tulang saling yang lebih besar namun lebih sedikit jumlahnya dibandingkan dengan carapace. Morfologi (struktur) dari shell mencerminkan ekologi dari spesies penyu.
Fungsi/Relevansinya Dengan Pembelajaran Geografi :Memberikan pengetahuan jenis fauna australis khususnya kura-kura sebagai referensi bahan wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai satwa yang hidup di indonesia yang merupakan fauna khas australis.